SOSOK

Pak Cecep saat menjajakan barang dagangannya di Kota Pematangsiantar. (dok.pribadi)


Siantar, Siang hari saat matahari persis menunjukkan pukul 12 siang (21/04/2016), awak media TransformasiNews menyinggahi sebuah lapak kaki lima yang berada di daerah Pensati, Jalan Mariam Tomong, Kota Pematangsiantar. Ya di sana terdapat barang-barang dagangan alat-alat kesehatan milik Pak Cecep, pria setengah baya yang berasal dari Sukabumi dan besar di Kota Medan.
Pria berusia 67 tahun ini menuturkan kepada awak media, bahwasanya Ia menekuni profesi sebagai pedagang kaki lima sudah cukup lama, sekitar 45 tahun sejak masih lajang. “Ya saya di Siantar ini sesekali saja berjualan, bisa 2 sampai 3 kali lah, tergantung momen dan situasi ramainya kapan,” ungkap Pak Cecep dengan sumringah.
Beragam barang-barang dagangan alat kesehatan yang dijajakan Pak Cecep setiap harinya seperti; sandal kayu anti rematik, alat kusuk berbahan kayu maupun plastik, alat pijak telapak kaki berbahan kayu, serta asesoris lainnya seperti gantungan kunci. “Semua barang-barang ini berasal dari Jawa dek dan saya hanya menjualnya dengan cara berkeliling,” imbuhnya.
Hal yang tak kalah menarik selain Pak Cecep berceritera bahwa ia berjualan lintas propinsi dengan jaringan kawan-kawan sesama pedagang, ia juga punya cita-cita waktu muda untuk menjadi seorang Sarjana. Namun apa hendak dikata, faktor dana menyebabkan kuliahnya dengan jurusan tehnik harus kandas di tengah jalan cuma hanya berjalan setahun.
Kegagalan akan cita-cita tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap berdagang dengan cara keliling demi membesarkan anak dan menafkahi keluarga. Kini, semua anak-anaknya telah berkeluarga dan semuanya mengenyam pendidikan Sarjana.
Saat ditanya mengenai omzet rata-rata penjualan hariannya, Pak Cecep dengan gamblang menyebutkan, “kira-kira tiga ratusan ribu rata-rata sehari, karena kan satu barang pun harganya sudah lima puluh ribuan,” terang kakek dari lima orang cucu ini.
Sebagai pedagang keliling lintas propinsi, Pak Cecep menginap di sebuah penginapan yang harganya terjangkau. “Sebagai contoh saat saya berada di Pematangsiantar, saya menginap di daerah Rambung Merah karena harganya cukup murah,” tutupnya.


Sumber: www.transformasi.news
Diterbitkan 21 April 2016