Ilustrasi.


Oleh: Abhotneo Naibaho

Meminjam petikan sebuah pantun yang ditulis oleh Emilie Poulsson yang berkata; (Buku adalah kunci ke khazanah kearifan; Buku adalah pintu gerbang menuju tanah keriangan; Buku adalah jalan yang menuntun ke arah kemajuan; Buku adalah kawan. Ayo, marilah kita membaca.)

Kumpulan dari beberapa tulisan di atas kertas dinamakan ‘Buku’. Lewat buku kita banyak belajar dan diajar. Bisa dibayangkan kalau seandainya buku tidak pernah tercipta, mungkin ada banyak sekali manusia yang hidupnya tanpa arah, tujuan dan akibatnya akan malas tanpa mau berbuat sesuatu. Sebagai contoh buku yang hingga hari ini terus dicetak ulang adalah Kitab Suci. Bisa dibayangkan seandainya para Nabi yang hidup di jamannya tidak mencatat ilham atau wahyu yang mereka dapat dari Allah, lantas bagaimana generasi saat ini bisa mengetahui suara Tuhan?

Sejak kita kanak-kanak kita telah mengenal apa itu buku. Hal ini ditandai bahwa sejak duduk di bangku sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) pun hingga ke jenjang Perguruan Tinggi,  sekolah tempat di mana kita menimba ilmu sudah memperkenalkan kita dengan sebuah buku. Terkadang sepintas memang kita cenderung sedikit remeh dengan buku. Hal ini mungkin tanpa disadari banyaknya anak-anak sepulang dari sekolah dan setibanya di rumah langsung melemparkan tas sekolahnya yang berisikan buku-buku begitu saja ke tempat tidur atau pun almari buku. Padahal dengan menata kembali buku yang sudah dibawa tadi, kembali ke almari buku terlihat susunan buku yang rapi, maka keinginan membaca buku paling tidak pasti akan muncul.

Sudah barang tentu ada kata benda yakni ‘buku’ dan sebelumnya diawali dengan kata kerja yaitu ‘membaca’ sehingga ketika digabungkan menjadi “membaca buku”. Apalah artinya sebuah buku sekalipun sampulnya dan gambarnya menawan, judulnya bombastis sekaligus harganya menjulang selangit jika tidak pernah dibaca maka buku hanya sebatas buku (benda mati). Tetapi coba kita bayangkan apabila benda mati tadi, kemudian kita hidupi dengan cara membaca, melafalkannya, serta merenungkannya maka dapat dipastikan akan menjadi buah pemikiran yang akan menjelma menjadi sebuah isnpirasi dan karya. Banyak membaca pasti menjadikan seseorang berwawasan yang luas. Beda dengan orang yang sedikit membaca, wawasannya akan sempit.

Memperingati Hari Buku se-dunia yang jatuh pada setiap tanggal 23 April setiap tahunnya, di mana ini mulai dianjurkan oleh UNESCO pada 23 April 1995. Pada Hari Buku se-dunia, berbagai negara menyelenggarakan aktivitas untuk membuka mata masyarakat mengenai dunia membaca, dunia penerbitan buku, hingga hak cipta. Hari Buku se-dunia juga menjadi momen untuk mengajak masyarakat lebih mengenali karya–karya atau bahan bacaan yang menarik. Membaca buku adalah sesuatu momentum yang harus kita gaungkan terus budayanya. Karena dari generasi ke generasi akan bermanfaat positif.


Dewasa ini memang ada ratusan bahkan ribuan penerbit di dunia dimulai dari penerbit skala kecil hingga penerbit kaliber raksasa. Belum lagi event atau pameran buku seperti Frankfurt Book Fair adalah festival buku tertua dan terbesar di dunia. Seperti contoh salah satu Penerbit besar di negara kita Indonesia menggelar sebuah even atau ‘pesta buku’ sebagai wujud kontribusi mereka di bidangnya bagi masyarakat luas. Dengan begitu dapat dipastikan halayak ramai khususnya para pecinta buku akan mengunjungi pameran buku tersebut hingga memboyong oleh-oleh buku untuk dibawa pulang.

Budaya membaca buku sudah sepatutnya kita tularkan bagi anak cucu kita agar supaya kelak mereka dewasa nantinya akan melahirkan generasi-generasi yang kreatif, inovatif, berwawasan luas dan berbudi pekerti. Manifestasi buku juga akan memroses seseorang dalam pembentukan karakternya. Jim Rohn berkata bahwa “Semua yang kamu butuhkan untuk meraih sukses dan masa depan yang lebih baik sudah dituliskan. Yang perlu kamu lakukan hanyalah pergi ke perpustakaan.”

Ironis sekali ketika kita mengamati ada banyak perpustakaan-perpustakaan milik pemerintah daerah yang mana pengelolaanya tidak dikelola secara baik dan profesional. Faktanya persentase masyarakat yang sangat minim untuk berkunjung ke sebuah Perpustakaan Daerah. Ini sekaligus kritikan yang konstruktif bagi Pemerintah Daerah supaya mampu mendorong semangat ‘budaya membaca’ bagi masyarakatnya. Di samping mereka (para petugas perpustakaan daerah) gencar mensosialisasikan gaung semangat membaca, hal ini pun harus diwujudkan dengan ketersediaan jumlah dan judul buku yang memadai. Uptodate dalam pengadaan buku-buku setiap tahun lewat anggaran belanja daerah. Dan yang tak kalah pentingnya adalah kenyaman para pembaca saat menikmati bacaan-bacaan pilihan mereka. Beberapa poin di atas sudah harus dan wajib dimotori oleh Pemerintah Daerah karena dengan begitu pada akhirnya pasti akan melahirkan putera-puteri daerah yang berwawasan luas ke mana pun kelak mereka melangkah.

Betapa bermaknanya kehadiran sebuah buku. Betapa indahnya membaca tulisan-tulisan yang kreatif dan inspiratif. Marilah kita masyarakat Indonesia dengan  memperingati Hari Buku se-dunia yang jatuh pada hari ini 23 April, kita sisihkan waktu kita minimal satu hingga dua jam dalam sehari untuk membaca buku, kemudian merenungkannya serta mengimplementasikannya dalam kehidupan keseharian kita. Di rumah, di tempat kerja haruslah kita ciptakan perpustakaan-perpustakaan mini agar dengan melihat penataan buku-buku pada raknya dengan rapi dan indah, kita memiliki semangat dan kemauan untuk membaca sebuah BUKU.