Tan Liam Tji, Tetap Kreatif Meski Cacat Fisik

 
         Foto: Abhotneo
Jakarta, Jia Xiang – Cacat tubuh bukanlah penghalang untuk berkarya, cacat tubuh tidak harus membuat diri bergantung pada orang lain. Begitulah prinsip yang dipegang teguh Tan Liam Tjimenjalani hari-harinya pasca kecelakaan yang menyebabkan dia harus kehilangan kaki kanannya.
Tan Liam Tji adalah warga Pematangsiantar, Sumatera Utara yang harus beraktifitas dengan satu kaki palsu menopang tubuhnya. Saban hari, pria yang akrab disapa Acai ini berjalan kaki mengitari Kota Pematangsiantarmenjajakan boks perangkap tikus hasil karyanya. Meski harus berjalan dengan bantuan kaki palsu dan tongkat, namun semangat pria berusia 58 tahun ini tak pernah kendur.
Saat ditemui Jia Xiang Hometown di pelataran parkir di Jalan Surabaya, Pematangsiantar, beberapa waktu lalu, Acai bercerita tentang tragedi pahit yang dialaminya 27 tahun silam. Saat itu Acai bepergian ke Simarimbun, 15 kilometer dari pusat Kota Siantar untuk mengunjungi kerabatnya dan menikmati tuak (minuman khas Saumatera Utara).
Saat dalam perjalanan pulang Acai yang mengendarai sepeda motor bertabrakan dengan sebuah bus. Walaupun tak merenggut nyawanya, namun peristiwa itu membuat Acai kesulitan berjalan karena gangguan pada kaki kanannya. Selang beberapa tahun pasca kercelakaan itu, kaki kanan Acai tak kunjung membaik, bahkan membuatnya tak bisa berjalan. Acai pun harus rela ketika dokter rumah sakit di Simalungun berkeputusan mengamputasi kaki kanannya sebatas lutut.
“Saya sempat kehilangan semangat dan terpuruk karena kaki yang cacat ini. Beruntung di tahun 2001 Lions Club Siantar Merdeka membantu saya. Mereka memberikan kaki palsu yang membantu saya bisa beraktifitas normal,” ujar Acai penuh syukur.
Walaupun hanya memiliki satu kaki saja, Tan Liam Tji tetap semangat menjalani kehidupannya. Berbekal ilmu dan keahlian yang dipelajarinya selama ini, Acai pun berkreasi membuat perangkap tikus berbahan besi dan kawat. Di tahun 2004 Acai mulai memproduksi secara manual perangkap tikus dan kemudian menjualnya ke warga di Kota Pematangsiantar.
Untuk sebuah perangkap tikus berukuran kecil, Acai menjualnya seharga Rp50.000, sedangkan untuk yang berukuran besar dibandrol seharga Rp100.000. Setiap hari Acai mampu membuat paling sedikit dua buah perangkap tikus.
Sejak tahun 1998 saat berpisah dengan istri dan anaknya, Acai hidup bersama abangnya seorang Suhu di kelenteng yang beralamat di Jalan BandungPematangsiantar. Sebagai pemeluk agama Buddha, Acai tergolong umat yang rutin menjalankan ibadah. Di waktu senggangnya, ia juga membantu abangnya mengurus kelenteng.[JX/Ben/U1/S1]



Sumber: http://www.jia-xiang.biz/category/komunitas/siantarman/