Sebuah Catatan Tentang;
Ibuku Nelli Panjaitan
Foto by DJS
Oleh: Abhotneo Naibaho
Seorang wanita sederhana bernama
Nelli Panjaitan (teks batak N. br.
Panjaiatan) terlahir enam puluh sembilan tahun yang lalu di sebuah desa
yang bernama Panambean-Tanjung Pasir, Kabupaten Simalungun. Lahir dan dibesarkan
dari keluarga sederhana dari pasangan Panjaitan dan Keberia boru Simanjuntak. Ia
merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Diantaranya tiga perempuan secara
berurutan dan dua yang terakhir anak laki-laki.
Berperan sebagai anak pertama
dari lima bersaudara tentu memiliki rasa tanggung jawab yang besar dan harus
dapat menjadi teladan bagi adik-adiknya. Di jamannya Nelli mengenyam pendidikan
Sekolah Rakyat (SR) setara dengan
Sekolah Dasar (SD) kalau di jaman
sekarang. Di samping bersekolah, sehari-harinya ia harus turut serta membantu
kedua orang tuanya ke sawah dan ladang sehabis pulang sekolah. Nelli seorang
perempuan yang sedikit pendiam. Namun kepribadiannya terbuka bagi siapa saja
yang menjadikannya sahabat maupun saudara. Sehabis menyelesaikan pendidikan
Sekolah Rakyat (SR), ketika itu masih
terjadi pemberontakan PRRI-PERMESTA, maka mereka sekeluarga hijrah ke kota
Pematangsiantar. Nelli melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di kota Pematangsiantar
di salah satu sekolah swasta terbaik di jamannya bernama Sekolah Taman Siswa. Tidak
berbeda jauh seperti waktu di bangku Sekolah Rakyat, di sini pun Nelly sebelum
berangkat sekolah turut serta membantu orang tuanya di Pasar untuk berdagang
sayur-mayur. Hari masih gelap bahkan orang-orang masih banyak yang masih
terlelap, ia harus bangun cepat untuk mempersiapkan barang dagangan untuk
dijakakan di Pasar.
Sekolah sambil berdagang tak
membuat semangat belajarnya hilang, justru dengan pahit getirnya kehidupan keluarga
mereka ketika itu, memacu semangatnya untuk sekolah. Namun sayang, pendidikannya
di SMP akhirnya harus terganjal bahkan nyaris berhenti oleh karena faktor
ekonomi keluarga yang kurang mencukupi, sementara adik-adik yang di bawahnya
harus tetap sekolah. Ia kembali ke kampung kelahirannya di Panambean, Tanah
Jawa untuk kembali bekerja di ladang di bawah asuhan sanak keluarga di sana.
Singkat cerita Nelli Panjaitan
semakin tumbuh dewasa hingga suatu hari bertemu dengan Rata Ferdinan Naibaho
atau yang lebih dikenal dengan panggilan hasnya sedari kecil yakni Tambi
Naibaho. Mereka berkenalan, dan Puji Tuhan mereka berjodoh dan menikah. Nelli
pun diboyong oleh Ferdinan Naibaho ke Kota Pematangsiantar dan menikah di sana
serta menetap di Kota tersebut. Mereka dikaruniai oleh Tuhan lima orang anak,
diantaranya empat perempuan dan satu laki-laki anak bungsu. Pasangan ini
membesarkan anak-anak dengan cinta dan kasih sayang serta penuh dengan
kesederhanaan sambil hidup berdagang. Anak-anak bertumbuh dewasa, mengecap
pendidikan tinggi hingga semuanya sudah menikah dan berumah-tangga. Usai sudah
tanggung-jawabmu sebagai orangtua. Kini Nelli boru Panjaitan memiliki cucu
sebanyak sepuluh orang.
Panjang umurnya serta mulia!
Kalimat tersebut adalah kalimat yang sudah tidak asing lagi bagi setiap orang
yang berulang tahun. Demikianlah tepat pada 26 April bulan lalu, engkau
ber-ulang tahun. Namun kami anak-anak dan cucu-cucumu harus menahan diri seraya
meneteskan air mata untuk tidak lagi mengumandangkan lagu Selamat Ulang Tahun karena engkau telah tiada meninggalkan kami
semua setahun yang lalu 7 Mei 2014.
Siapakah sebenarnya Nelli boru
Panjaitan? Dia adalah ibu atau mamak yang telah melahirkan dan membesarkan kami anak-anaknya. Kami tidak
mungkin dapat membalas segala cinta dan sayangmu kepada kami semua.
Ibu atau “mamak” demikian kami
menyebutnya dalam dialek khas daerah kami di Pematangsiantar, kini engkau telah tiada namun
biarlah kami senantiasa mengenangmu dan mengingat segala pengorbananmu kepada
kami.
Akhir kata kami merindukanmu
mamak. Bahagialah bersama bapak di alam sana (surga) dan kelak kita akan
bertemu lagi.









0 Komentar
Silakan berkomentar!