Marlise
dan Hari Pahlawan
Sebuah
Catatan di Hari Ultah Kakakku
Oleh: Abhotneo Naibaho
Kilas balik sejarah
Memperingati
hari Pahlawan yang jatuh pada hari ini sepuluh November adalah sebuah kenangan
akan sejarah perjuangan bangsa kita yang begitu gigih merebut apa yang menjadi
hak kita akan bangsa kita sendiri dari jajahan, kekuasaan bangsa asing.
Terbukti kini kita generasi sekarang telah dan terus menikmati akan semangat
para Pahlawan kita dalam merebut kemerdekaan. Kemerdekaan tentulah sebuah
impian tiap orang, kelompok maupun bangsa. Kemerdekaan tidak selalu berbicara
tentang senjata yang modern dan canggih yang menjamin sebuah kemerdekaan. Tapi
kemerdekaan akan lebih bermakna bagaimana nilai perjuangan, strategi dan
semangat persatuan. Wahai kita generasi sekarang……! Bersyukurlah kita dikala
kemerdekaan sudah menjadi bagian kita.
10 November 1970
Pasca
kemerdekaan bangsa Indonesia setelah berpuluh tahun, tepatnya 10 November 1970,
di kota Pematang Siantar lahir seorang anak dara benama Marlise Elfrida Naibaho
dari pasangan Rata Ferdinand Naibaho
dengan Nelly br. Panjaitan. Marlise seorang perempuan yang bertumbuh
sejak masa kanak-kanak yang masih jauh dari serba enak seperti jaman sekarang
ini. Menjadi anak kedua dari lima bersaudara tentu mempunyai tanggung jawab
yang lebih dibandingkan anak bungsu. Bagaimana tidak, kesibukan kedua
orangtuanya dalam mencari nafkah kala itu membuat Marlise harus ikut berperan
menjaga adik-adiknya yang masih kecil-kecil. Marlise tumbuh menjadi anak yang
tidak terlalu banyak bicara. Sedikit pendiam dan bisa dikatakan anak rumahan.
Pendidikan
Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas telah dienyam oleh Marlise. Setelah
selesai menamatkan pendidikannya, rupanya Marlise tidak ingin hidup dengan
kondisi yang dialaminya dengan hidup yang pas-pasan. Cita-cita dan impian telah
bulat dalam hidupnya dengan pergi merantau ke kota Jakarta. Menemui saudara di
Jakarta ternyata tidak dapat membantunya untuk menggapai cita-citanya. Tiga
tahun lebih Marlise hidup di perantauan dengan menumpang hidup di rumah
keluarga tanpa satu perkerjaan yang pasti dan menetap. Melihat keadaannya yang
tidak pasti di perantauan, kedua orangtuanya segera memanggilnya untuk pulang
kembali ke Pematang Siantar. Dengan modal iman, pengharapan dan kerja keras kedua orangtuanya
memberi semangat padanya untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat Perguruan
Tinggi. Rupa-rupanya dari sekian banyak disiplin ilmu, Marlise lebih memilih Pendidikan
Agama Kristen (PAK). Entah apa yang ada di benaknya ketika itu dengan memilih
jurusan tersebut. Namun mungkin ketika itu impian untuk menjadi seorang guru
sudah melekat dalam dirinya. Menjalani pendidikan di dunia kampus dibuktikannya
dengan keseriusan serta semangat belajar yang tinggi. Dan empat tahun akhirnya
Marlise menyelesaikan pendidikannya di Universitas dengan nilai yang cukup
memuaskan. Marlise dari kecil hingga dewasa sudah terbiasa dengan perayaan
ulang tahun. Tidak harus dengan kemewahan, justru dengan kesederhanaan
orangtuanya tetap syukuran memperingati ulang tahunnya dibuat dengan ala
kadarnya. Kebiasaan yang dibuat orang tuanya tidaklah sekedar rutinitas belaka
tiap tahunnya, tetapi adalah sebagai sarana maupun cara untuk mengucap syukur
kepada Tuhan Sang Pembuat kehidupan yang telah dan akan memberikan berkat umur
panjang kepada anak-anak yang percaya pada-Nya.
Impian yang tercapai
Pendidikannya
di Perguruan Tinggi pun akhirnya selesai dengan menyandang gelar Sarjana
Pendidikan (S.Pd). Rasa haru, bahagia bercampur menjadi pelengkap dalam
hidupnya ketika diwisuda. Kebahagiannya pun turut dirasakan oleh kedua orang tuanya
serta sanak saudaranya. Menganggur sekian tahun tidak membuat impiannya surut
tapi semakin memberikan keyakinan bahwa kelak impian itu akan diraihnya.
Tidak
jauh dari kampus almamaternya, Puji Tuhan pekerjaan menjadi seorang guru
diperolehnya pada Yayasan Pendidikan tingkat SLTA di kampusnya dahulu. Bakat
dan skillnya akhirnya teraplikasikan untuk menjadi guru. Pengalamannya menjadi
seorang tenaga pendidik dalam beberapa tahun tidak membuat jarak kepada anak
didiknya. Tapi justru keakraban dan kedekatan menjadi satu kebersamaan antara
guru dan murid.
Impian
menjadi seorang guru telah digapai. Namun ternyata tidak hanya itu saja. Impian
akan pasangan hidup pun menjadi impian terpenting dalam hidupnya. Usia Marlise
memang sudah lumayan cukup dewasa. Namun “sang Pujaan Hati” tak kunjung tiba. Usia
kian bertambah dewasa tiap tahunnya namun bersyukur Marlise tidak putus
pengharapannya. Ia tetap percaya cepat atau lambat satu hari kelak ia akan
bertemu dengan “sang Pujaan Hati” entah kapan dan di mana. Semangatnya
beraktivitas dalam kesehariannya pun tetap mantap. Tiba waktunya impian itu
dijawab oleh Sang Pemersatu yakni Tuhan. Seorang pria bertubuh jangkung yaitu
Gindo Lumbantobing mengajaknya menikah membentuk sebuah rumah tangga. Ajakan
pria tersebut tidak serta merta langsung diresponinya. Berbagai pertimbangan
dibuat dengan menanyakan kata hatinya, pendapat dari orang tua dan sanak
saudara bahkan juga doa minta petunjuk kepada Tuhan dinaikkannya. Akhirnya
Marlise mantap untuk memutuskan bahwa pria yang bertubuh jangkung itulah yang
menjadi pasangan hidupnya. Juli 2005 Marlise bersanding dengan Gindo
Lumbantobing.
Berkat umur panjang 40
tahun
Hari ini empat
puluh tahun genap usia Marlise. Sebuah perjalanan hidup yang cukup panjang yang
dianugerahkan Tuhan padanya. Ayahnya semasa hidupnya selalu memberikan yang
terbaik pada anak-anaknya dengan cara membuat perayaan ultah anak-anaknya.
Namun semua itu biarlah menjadi kenangan yang indah untuk tetap diingat dan
menjadi budaya dalam hidup anak-anaknya.
Hari Pahlawan
dan hari ulang tahun sudah menjadi satu paket dalam kehidupannya untuk tetap
berjuang dan berjuang dengan tetap melestarikan kemerdekaan bangsa kita. Kita
memang bukan pelaku sejarah dalam sejarah bangsa Indonesia, namun secara rohani
Tuhan memandang kita sebagai pahlawan-pahlanwan-Nya ketika kita tetap hidup
sesuai dengan firman-Nya. Mazmur
103:20 “Pujilah TUHAN, hai malaikat-malaikat-Nya, hai pahlawan-pahlawan perkasa
yang melaksanakan firman-Nya dengan mendengarkan suara firman-Nya.”
Ketiika kita
menjadi pelaksana firman-Nya tentu ada banyak tantangan yang harus dihadapi dan
ketika kita mampu menghadapi suatu tantangan dan godaan, maka dibaliknya pasti
ada kemenangan atau pun kemerdekaan. Biarlah semangat kepahlawanan membara
dalam diri kita sehingga gelar pahlawan terpatri dalam hidup kita hingga akhir
kesudahan kita di dunia ini. Akhir kata selamat menghayati perjalanan usia yang
keempat puluh semoga Tuhan memberkati setiap langkah-langkah hidup kita.








0 Komentar
Silakan berkomentar!