![]() |
| Ilustrasi. |
Oleh: Abhotneo Naibaho
Senin malam, 29 Juli 2004 ketika aku hendak pulang dari kantor, seperti biasa aku menaiki angkutan umum yang tidak asing lagi yaitu Metro Mini 47 menuju rumahku di bilangan Pondok Kopi.
Tak lama aku menaiki bus tersebut, mendadak berhenti di perempatan lampu merah dan seketika muncul tiga pemuda pengamen menaiki bus yang aku tumpangi dan mereka pun langsung meminta ijin waktu bagi seluruh penumpang yang ada di dalamnya dan secara khusus kepada paksu (pak supir) dan pakkon (pak kondektur).
Merekapun mulai melantunkan tembang pertama dari bang Iwan Fals. Seperti halnya nama kedua dari penyanyi aslinya yaitu Fals, ternyata mereka bertiga bernyanyi dengan suara yang fals (fales) sehingga tidak menimbulkan harmonisasi antara suara mereka dan alat musik tunggal yang mereka mainkan yaitu gipong alias gitar kopong.
Disamping suara mereka yang fales, mereka juga merubah beberapa lirik yang aneh-aneh sambil tertawa terbahak-bahak haha……ha……..ha.
Sehabis lagu pertama, mereka kembali melantunkan lagu kedua persembahan mereka berirama pop rock. Juga tidak ada perubahan ketika mereka melantunkan lagu kedua ini masih saja tetap fales sambil tertawa cengengesan ha…..ha….haha…
Akhirnya mereka menyudahi lagu kedua tersebut. Kemudian salah satu dari mereka berjalan mulai dari depan hingga belakang sambil mengedarkan kantong permen guna mengumpulkan persembahan kepada seluruh penumpang bus tersebut untuk beberapa keping recehan. Tapi tak satupun dari para penumpang yang memberi recehan. Bila aku menilai mengapa demikian? Jawabanku adalah bagaimana orang mau memberi recehan apabila mereka memunyai sikap yang seperti itu, menyanyi dengan merubah liriknya dengan yang aneh-aneh, terbahak-bahak ditambah lagi suara mereka yang fales. Dalam hatiku terasa geli dan tertawa melihat hal tersebut.
Kembali bus berhenti di perempatan lampu merah berikutnya. Mendadak pak kondektur bus yang kami tumpangi meyerukan supaya kami seluruh penumpang agar pindah ke bus yang sama, persis di belakang bus yang kami naiki. Maka seluruh penumpangpun mulai beranjak ke bus yang di belakang tersebut. Sama halnya dengan kami para penumpang, ketiga pengamen yang tadi pun kembali menaiki bus yang aku tumpangi.
Untuk yang kedua kalinya bagiku melihat kembali penampilan mereka mendendangkan sebuah lagu. Ternyata di bus yang kedua ini para pengamen tersebut tak ubahnya seperti sikap mereka di bus yang sebelumnya. Malah…. semakin menjadi-jadi bernyanyi dengan fales, tidak serius dan tertawanya semakin kencang dan nyaring. Hanya perbedaannya di sini beberapa dari penumpang ada yang memberikan recehan kepada mereka.
Kembali aku teratawa geli dalam hati melihat sikap mereka yang tak jelas. Penilaianku terhadap mereka adalah ketidaksungguhan motivasi maupun tujuan mereka sebagai pengamen sekaligus penghibur bagi penumpang bus kota guna mengharapkan beberapa keping recehan.
Satu catatan penting bagi kita, bahwa apapun profesi kita, entah itu pengamen, karyawan atau apapun, marilah kita berkarya untuk apa yang menjadi talenta kita sehingga itu bisa dinikmati oleh orang lain sekaligus mencari simpati dari orang lain dan yang terpenting dari semuanya itu adalah suatu sikap yang SUNGGUH-SUNGGUH.









0 Komentar
Silakan berkomentar!