Top Ads


Menelisik Status “Itu aja, Paham!” di Media Sosial

OPINI

Ilustrasi. (Redesigned : abe)

Era keterbukaan informasi dewasa ini bisa dikatakan bahwa media sosial punya pengaruh yang cukup besar mendorong netizen semakin kreatif. Mulai dari mood pribadi, hingga aktivitas teranyar, akan diupdate di media sosial.

Oleh ABHOTNEO NAIBAHO

Mengamati ledakan media sosial masa kini, tentu harus cermat mana-mana yang bisa dijadikan inspirasi, dan mana-mana pula yang harus diabaikan. Salah satu dari sekian jutaan status di media sosial, yang cukup booming, dengan aksen yang bernada tegas seperti halnya judul di atas, menggambarkan bahwa kata-kata tersebut menjadi pengumuman seseorang menunjukkan eksistensinya akan sesuatu yang ia ketahui. Ditambah lagi, siapa pun yang membacanya, dituntut untuk mengerti dan memahami akan status yang tengah diunggahnya saat itu.
Familiar dengan media sosial memang punya keasyikan tersendiri bagi siapa saja. Paling tidak, rasa kekesalan, ketidakpuasan yang dialami saat itu, seolah-olah terpuaskan manaka keadaan hati saat itu diunggah pada kronologi (wall) akun pribadi. Di lain sisi, keadaan bahagia plus sukacita, juga mungkin akan mendarat untuk diunggah sedini mungkin.
Pertanyaan yang seharusnya kita pertanyakan lebih dulu pada diri, “haruskah status yang akan ku tulis ini dipublikasi?” sebelum mengupdate status. Seyogianya hati dan pikiran harus selaras bekerja mengambil keputusan saat itu. Karena hal-hal yang bersifat privasi seharusnya tidak dipublikasi menjadi konsumsi publik.
Sayang, media sosial tidak puya aturan yang terpola, mana-mana status yang pantas untuk diunggah, dan status mana yang tidak pantas untuk diunggah. Utamanya, yang berhubungan dengan sara, ujaran kebencian dan keangkuhan, jika ada tools untuk memfilternya, akan menjadi pemandangan menarik ketika kita melakukan browsing atau pun login pada setiap media sosial.
Pada dasarnya, aktualisasi diri adalah baik. Namun ketika aktualisasi diri itu terejawantahkan dengan sesuatu yang berlebihan, bahkan menimbulkan rasa garing bagi siapa saja yang membacanya, tentu akan menimbulkan respek siapa saja yang membacanya akan berkurang terhadap kata-kata dalam kalimat dari pemilik akun yang menulisnya.
Kembali menyoal status dengan judul di atas. Itu aja, paham. Mengakhiri kalimat yang menjadi status pada akun, menurut hemat saya bahwa tiga kata tersebut padanan katanya sebagai penutup kalimat sepertinya tidak pas, lagi kedengarannya kurang relevan. Seharusnya ada kata-kata dan kalimat yang mungkin akan jauh kedengaran lebih asyik dan afdol.
Media sosial dengan hak privasi pada masing-masing akun pribadi, membuka ruang untuk ego dalam diri cenderung dominan. Barangkali, jaman sebelum era informasi tehnologi, adanya buku diary punya kebebasan tersendiri untuk menulis apa saja di dalamnya. Karena memang tulisan pada buku diary tidak untuk dipublikasi, melainkan hanya untuk privasi diri si pemilik buku diary. Beda dengan media sosial, yang pada fungsinya memang bisa dikatakan menggantikan era menulis pada buku diary. Bedanya adalah, pada media sosial, sudah barang tentu akan terpublikasi dengan sistem jejaring (networking system) yang telah terkonsep oleh rancangan si penciptanya.
Tanpa bermaksud mengatakan bahwa hal demikian “salah”, ada baiknya jika setiap pengguna media sosial dapat menggunakannya untuk hal-hal yang positif dan bersifat membangun, itu akan jauh lebih bermakna bagi banyak orang nantinya. Mari bijak sebelum menulis sesuatu pada akun media sosial, karena memang media sosial diciptakan untuk konsumsi publik yang akan dilihat dan dibaca khalayak ramai.

Penulis: -. Editor: abn.



Sumber: www.hetanews.com
Mei 2017

Posting Komentar

0 Komentar