Ilustrasi Alihfungsi Lahan Pertanian (foto : cakupan.com) |
Seakan bertolak belakang antara program pemerintah pusat yang mencanangkan swasembada pangan dalam Nawacita Presiden Jokowi dengan tujuan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani dengan program Jokowi guna membangun 1 juta hunian, notabene bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Kota Siantar dengan luas wilayahnya 79,97 km2 dan berpenduduk sebanyak 240.787 jiwa (2010) merupakan daerah tingkat II di Provinsi Sumatera Utara dengan masyarakatnya yang heterogen terbilang lamban dari sisi pembangunannya, baik dari sisi pembangunan mental maupun pembangunan fisik.
Ditinjau dari sisi pembangunan di bidang properti yakni perumahan, bidang pembangunan yang satu ini bisa dikatakan lumayan marak, bahkan beberapa investor lokal maupun investor dari luar Siantar banyak yang meliriknya untuk melakukan investasi soal hunian (pemukiman) yang seoalah sinkron dengan program dari pemerintah pusat, yakni rumah sederhana bersubsidi.
Perkembangan hingga kini, ada banyak perumahan di beberapa titik di wilayah Kota Siantar yang telah berdiri areal perumahan. Di lain sisi, ada juga areal perumahan yang pembangunannya mengalami stagnasi (mandek) pembangunannya yang diakibatkan soal perijinan dari lembaga (dinas) terkait tak kunjung keluar dengan dalih terkena zona hijau- sebagai areal persawahan (lumbung padi) hingga akhirnya menyebabkan para pengusaha di bidang ini mengalami kepusingan yang teramat sangat.
Merunut sedikit ke belakang, ketika hetanews menanyakan soal karut-marut RTRW di Kota Siantar kepada Plt Sekda Reinward Simanjuntak, ia menyangkal adanya kesulitan dalam proses revisi RTRW tersebut. Namun, dalam proses revisi, banyak tahapan yang harus diselesaikan. Mengenai hanya 4 Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan saja yang diselesaikan dalam 2 tahun belakangan ini, Reinward menjelaskan, itu karena masalah dana yang dianggarkan.
“(RDTR), kembali ke uang. RDTR bisa dikerjakan setahun kalau ada uang kita. Misalnya Rp 4 Milyar yang diperlukan. Uang yang tidak ada kan. Kita angsur-angsur, sebagian dari Provinsi (Sumatera Utara), sebagian dari kita (Pemko Siantar),” sambung Reinward.
Merujuk kepada program Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal membangun 1 juta hunian untuk mengatasi kekurangan pasok rumah (backlog) 15 juta unit. Mega proyek ini bakal menelan dana investasi hingga Rp 75,2 triliun dari pemerintah maupun lembaga lainnya. (Sumber : presidenri.go.id(
Tahun 2015 yang lalu, Presiden Jokowi telah meresmikan pionir program tersebut di Ungaran, Jawa Tengah. Program ini tersebar di sembilan provinsi yaitu DKI Jakarta, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Selatan.
Untuk tahun 2016, Program Sejuta Rumah, Kementerian Pekerjaan Umun dan Perumahan Rakyat (PUPR) menetapkan target untuk MBR sebanyak 700.000 unit, sementara rumah non MBR 300.000 unit. Pembangunan rumah untuk MBR sebanyak 113.422 akan dibiayai melalui APBN melalui Kementerian PUPR. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12.072 unit adalah Rusunawa, program Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau bedah rumah 94.000 unit, pembangunan rumah baru 1.000 unit, dan pembangunan rumah khusus 6.350 unit. Sisanya sebanyak 586.578 unit dibiayai non APBN. Sementara, pembiayaan 300.000 unit non MBR diserahkan kepada pengembang dan masyarakat melalui pembangunan rumah komersial dan swadaya.
Kota Siantar saat ini tak jarang ditemukan lahan pertanian beralihfungsi menjadi kawasan perumahan. Lebih parahnya lagi, beberapa proses pembangunan kawasan perumahan bisa berlanjut tanpa sebelumnya mengantongi ijin dari Dinas/Badan terkait yang punya legalitas untuk mengeluarkannya. Di lain sisi, ada juga proses pembangunan kawasan perumahan harus mengalami kemandekan oleh karena dinyatakan sebgai jalur hijau.
Dari beberapa realitas di atas hal yang dinanti-nanti oleh masyarakat, khususnya para investor dan pengembang adalah sejauh mana regulasi Pemerintaj Kota Siantar dalam mengeluarkan sekaligus menetapkan kebijakannya melalui Rencana Tata Ruang Wilayah yang hingga kini bisa dikatakan abu-abu. Belum ada kejelasan untuk itu.
Karut-marut regulasi akan hal ini seharusnya tak dibiarkan secara berlarut-larut. Disamping akan berdampak kerugian yang besar kepada banyak pihak, juga masyarakat akan dibuat kebingungan nantinya. Utamanya masyarakat yang berpenghasilan rendah yang merindukan hunian dengan cara Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Bersubsidi sesuai dengan apa yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo seperti halnya di atas. Jika regulasi tak jelas, masyarakat akan ragu untuk membeli hunian dengan cara kredit. Dengan keraguan yang ada tersebut, maka aka nada banyak masyarakat Kota Siantar yang terus menerus tinggal di rumah kontrakan baik bulanan maupun tahunan. Jika masyarakatnya banyak yang tinggal di rumah kontrakan, maka kesejahteraan dan keadilan sosial akan jauh dari harapan.
Sumber: www.hetanews.com
0 Komentar
Silakan berkomentar!