OPINI

Ilustrasi.



Oleh : Abhotneo Naibaho
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kota Pematangsiantar sempat tertunda di tahun lalu, tentulah menyisakan sedikit rasa traumatis bagi banyak pihak, khususnya para pasangan calon yang ada bersama dengan para pendukung dan simpatisannya masing-masing.

Satu jam sebelum mengakhiri malam satu hari jelang proses Pilkada pada akhir tahun lalu, Kota Pematangsiantar dikejutkan dengan informasi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diteruskan hingga ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Pematangsiantar yang mengabarkan bahwa proses Pilkada harus ditunda dikarenakan satu dan lain hal.
Dalam tulisan ini, tentu saya tidak sedang membahas hal apa gerangan sebab-musabab tertundanya masa yang dinanti-nanti oleh masyarakat luas di Kota Pematangsiantar tersebut, sebab yang lebih tepat membahasnya adalah para para penyelenggara maupun alat negara yang punya kompensi akan hal tersebut.
Rasa kecewa berkecamuk, lemah bagai tak bernyawa, bahkan tak sedikit psikologinya terganggu kala itu. Adalah wajar jika hal demikian bisa terjadi. Bayangkan, sebut saja salah satu contoh sederhana apabila seseorang telah mengalokasikan waktu, tenaga, pikiran bahkan materinya ketika mengiring pasangan calon yang dia anggap populer, merakyat, bijaksana, kelak akan duduk sebagai orang nomor 1 di Siantar selama satu tahun bahkan lebih dalam masa persiapannya jelang proses Pilkada. Belum lagi jika dikalkulasikan dampak dari penundaan tersebut, para pasangan calon mengalami kerugian yang tidak sedikit. Sementara negara, juga bernasib sama, mengalami kerugian yang juga tidak sedikit.
Hari “keramat” itu adalah 9 Desember 2015. Di lokasi Tempat Pemilihan Suara (TPS) saat itu hanya terlihat para petugas KPPS yang sama sekali tidak melanjutkan kinerjanya untuk memungut suara rakyat. Mereka ada di sana hanya karena persiapan satu hari yang telah mereka lakukan sebelumnya seperti; mengamankan tenda-tenda yang telah terpasang beserta dengan beberapa material dan alat pendukung lainnya. Bahkan mungkin, sebagai bentuk antisipasi hari itu, barangkali ada perubahan informasi dari KPUD agar supaya Pilkada bisa digelar, ternyata sebaliknya, hari itu menjadi hari “keramat”.
Akhirnya tahun pun berganti. Tahun 2015 tenggelam dengan segala kesan ceritera di dalamnya. Tahun yang baru pun tiba yakni tahun 2016. Lagi-lagi, efek traumatis gagalnya proses pilkada tentu terbawa-bawa di tahun yang baru. Singkat cerita, sembilan bulan berlalu tanpa titik terang, akhirnya secercah harapan itu pun berkumandang pada bulan Oktober yang lalu bahwa proses Pilkada di Kota Pematangsiantar akan kembali digelar pada tanggal 16 November 2016.
“Kabar baik” itu tentu semacam angin segar bagi para pasangan calon beserta dengan tim pendukung dan simpatisannya. Saya percaya, ketika kali pertama di antara mereka yang mendengar “kabar baik” itu, pasti beragam ekspresinya. Kini, tak terasa “hari penantian” itu akan segera tiba, dengan tinggal hanya menghitung hari (2 hari lagi) untuk digelar kembali. Beragam upaya dan kerja keras telah dilakukan para pasangan calon untuk ‘menggaet’ hati dari para pendukungnya lewat pemaparan dan penajaman visi-misi, program yang akan mereka jalankan kelak apabila mereka dipercaya masyarakat Kota Pematangsiantar untuk memimpin. Blusukan sana-sini jangan ditanya lagi, segala tempat-tempat keramaian hingga ke gang buntu sekali pun, pasti sudah disambangi oleh para pasangan calon untuk menyerap aspirasi masyarakat. Belum lagi penampilan karya-karya kreatif oleh masing-masing tim pasangan calon telah dipertunjukkan. Tujuannya, lagi-lagi pasti demi mendapatkan dukungan.

Kreatifitas adalah modal dasar untuk ‘Menggoda’
Berbicara soal kreatifitas, sangat erat kaitannya dengan dunianya anak muda. Menurut hemat saya, Kota Pematangsiantar tiga tahun terakhir ini memang semakin kreatif. Hal itu terbukti bahwa ada banyak para kaum muda yang telah kembali dari plesirannya selama ini untuk pulang kampung di Pematangsiantar untuk berkreasi. Membawa ‘segudang’ pengalaman berharga apa yang mereka enyam selama ini di daerah bahkan negara plesirannya. (Jika anda tidak percaya, saya bisa menunjukkan contoh hidup di antara mereka kepada anda paling sedikit berjumlah 10 orang)
Mencoba menganalogikan ketika masa dan proses berpacaran para kawula muda. Dua lawan jenis tentu lah memiliki daya pikat tersendiri. Itu sebabnya, si pria mulai menggoda melihat wanita pujaannya. Jika “godaan positif” tidak bersinergi, bagaimana mungkin keduanya kelak akan menuju ke pelaminan…?? Lebih-lebih kepada si pria, ketika ia berhasil menggoda wanita pujaan hatinya dengan segala bentuk perjuangan, pengorbanan dan jika boleh saya simpulkan secara besar adalah “CINTA” kepada wanita pujaannya, maka akan menjadi satu titik temu untuk mereka (si pria dan wanita) akan bersatu, berkomitmen dan bersanding menjalankan bahtera kehidupan.
Demikian halnya ketika para pasangan calon ibaratkan seorang ‘pria’ memukau di hadapan para pendukung dan simpatisannya yang bila diibaratkan ‘wanita’ pujaan hatinya setelah menjalani proses dan ujian yang cukup panjang, utamanya lewat proses pendewasaan mental sebelumnya proses Pilkada telah tertunda akan bersatu, berkomitmen dan bersanding demi menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan di Kota Pematangsiantar kelak akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat Kota Pematangsiantar.

Sejauh mana para Pasangan Calon ‘Menggoda’
Seperti yang telah saya catat di atas bahwa istilah “menggoda positif” yang saya maksudkan adalah dia (para pasangan calon) yang telah berhasil mencuri simpati pendukungnya lewat profil detail, visi-misi dan program kerja akan berdampak kepada dukungan nantinya. Berarti pasangan calon sudah berhasil menggoda hati pendukung dan simpatisannya. Bukan sebaliknya, “menggoda negative” menggaet para pendukung dan simpatisan dengan politik busuk dan juga politik uang.
Berbicara kaum muda merujuk kepada calon pemimpin masa depan, kritis dan penuh aksi. Kaum muda punya pertimbangan tersendiri bila dibandingkan dengan kaum tua soal memilih pasangan calon pemimpin kepala daerah. Biasanya kawula muda lebih mengutamakan aspek logisnya kala menimbang dan memutuskan sesuatu. Saya percaya, hal-hal yang kreatif dan membangun pasti disukai para kawula muda jika ada pasangan calon yang concern akan hal itu. Sebaliknya, kawula muda akan merasa garing, jika pasangan calon hanya berbicara aspek sejarah tanpa mau melakukan sejarah.
Bagi pasangan calon yang telah berupaya semaksimal mungkin mengerjakan sesuatu yang kreatif dan membangun, seyogianya jangan berbesar hati dulu. Terus lah mengerjakannya! Dan bagi pasangan calon yang belum mengerjakan hal-hal yang kreatif atau mungkin anti dengan yang berbau kreatif, segeralah berbalik seratus delapan puluh derajat karena hari-hari ini adalah harinya kaum muda untuk menjadi pemimpin dengan segudang kreatifitasnya.

Sosok Pemimpin yang diidamkan masyarakat Siantar
Sebelumnya, ijinkan saya memberi apreasiasi dan syukur apabila para pasangan calon yang ada saat ini masih diberi kesehatan baik jasmani mau pun rohani dan telah siap untuk berkompetisi dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Siapa pun kelak yang akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat Kota Pematangsiantar, hendaklah dia–pasangan calon yang memiliki kriteria seperti halnya di atas. Para pasangan calon yang ada menurut informasi terakhir berjumlah empat pasangan calon. Keempatnya tentu semua baik, tetapi di atara pasangan calon yang ada tentu ada yang terbaik. Oleh karenanya biarlah yang terbaik yang memimpin Kota tercinta ini. Dia—pasangan calon pro rakyat, bukan sebaliknya pro kepada kolega dan kelompoknya saja. Dia—pasangan calon yang suka dengan kreatifitas dan mau menjadi pelaku sejarah. Dia—pasangan calon yang merasa ‘pelayan’ meski pun secara administratif ia sebagai ‘tuan’. Dia—pasangan calon yang mau meneladani dan melakukan apa yang telah ditunjukkan beberapa pemimpin-pemimpin di negeri ini dengan jatidirinya sendiri. Dia—pasangan calon yang mau membela dan memperjuangkan ketika ada rakyat kecil hak-haknya dirampas oleh para penindas.
Di atas sederet harapan tersebut, hendaklah terpilih dia–pasangan calon yang benar-benar berkeyakinan dan memiliki rasa takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk membawa dan mewujudkan keadilan sosial di negeri ini, khususnya di Kota bermottokan “Sapangambei Manoktok Hitei”.





Sumber: www.transformasi.news
Diterbitkan 14 November 2016