OPINI
Entah siapa gerangan yang membocorkan hal penitipan beberapa ‘siswa siluman’ tersebut untuk pertama kalinya hingga terendus oleh media. Sebut saja oknum pembocor informasinya Mr.X yang patut diajungi jempol agar nantinya semakin terang-benderang siapa sesungguhnya dalang di balik pesan sakti ‘siswa siluman’ lewat proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada Tahun Pelajaran 2016/2017 ini beberapa waktu lalu.
Jumlah ‘siswa siluman’ yang tercatat dalam pemberitaan salah satu media cetak-online keluaran Sumatera Utara itu sebanyak 12 orang ‘siswa siluman’. Dan ketika awak media tersebut mencoba mengkonfirmasi ke salah satu SMA Negeri yang berada di Kecamatan Siantar Timur tersebut, salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) di sana dengan sigapnya menyodorkan amplop kepada si wartawan. Beruntungnya, si wartawan menolak tawaran tersebut.
Beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) termasuk pimpinannya yang katanya adalah ‘wakil rakyat’ itu ditambah lagi beberapa pejabat dari Dinas diduga menjadi oknum yang menitipkan ‘siswa siluman’ di sekolah itu. Mungkin tidak hanya 12 orang ‘siswa siluman’, bahkan lebih. Bagaimana dengan pimpinan sekolah itu sendiri, barangkali ‘siswa siluman’ titipannya sendiri juga ada.
Menanggapi hal tersebut, Pj Walikota Pematangsiantar Drs. Jumsadi Damanik, SH, M.Hum berjanji untuk secepatnya melakukan kunjungan ke beberapa sekolah-sekolah yang disoroti untuk melakukan klarifikasi apakah benar memang ada atau tidaknya beberapa ‘siswa siluman’ yang dititipkan di sana. Pertanyaannya, kapan sidak tersebut dimulai? Masyarakat Pematangsiantar menunggu komitmen Pj Walikota tersebut.
Pertanyaannya, mengapa hingga disebut ‘siswa siluman’? Apakah mereka adalah mahluk jadi-jadian hingga ada kata ‘siluman’? Tentu tidak. Mereka juga adalah manusia sesungguhnya. Sebut saja, mungkin penyebutan ‘siswa siluman’ dikarenakan NEM dari siswa tersebut tidak cukup secara pra syarat dasar untuk masuk ke sekolah tersebut. Namun, oleh karena NEM yang tidak cukup, dengan terpaksa berbagai cara harus diupayakan agar ‘siswa siluman’ itu bisa masuk ke sana. Atau mungkin barangkali ‘keinginan’ dari orangtua siswa agar anaknya bisa masuk ke sekolah itu, namun karena secara pra syarat dasar tidak memenuhi, dengan terpaksa harus sikut sana sikut sini, mengandalkan relasi, kolega dari orangtuanya.
Jika hal semacam ini dibiarkan terjadi, bagaimana nasib dunia penidikan ke depannya? Bagaimana mungkin kelak si anak mampu mempertanggungjawabkan ‘ketidak-bisaannya’ jika ada pihak-pihak yang mempertanyakannya kelak?
Standar dan mutu pendidikan di bangsa ini harus berjalan sesuai porsinya. Tidak boleh ada rekayasa dalam menentukan sekolah tersebut unggulan atau tidak. Tahun depan, Kementrian Pendidikan akan mulai memberlakukan secara menyeluruh di belahan nusantara Ujian Nasional (UN) berbasis komputer. Menjalani program nasional itu, dibutuhkan pimpinan dan guru sekolah yang kredibel dan penuh integritas dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai tenaga pendidik.
Demikian halnya dengan kurikulum pendidikan, seyogianya benar-benar direalisasikan lewat poroses belajar-mengajar. Sehingga hasil pendidikan yang didapatkan oleh siswa tida lagi sebatas pelafalan, melainkan pemahaman yang teraplikasi.
Terhadap tenaga pendidik, jika si anak tidak mampu, katakan tidak. Berikan bimbingan bagaimana anak itu mampu mengikuti pendidikan yang diajarkan, bukan harus dengan cara memberikan punishment. Sebaliknya, siswa yang berprestasi, katakan ya dan berikan apreasiasi kepadanya.
Permainan titip-menitip siswa yang tidak memenuhi pra syarat dasar untuk bisa masuk ke sekolah negeri sebenarnya bukanlah hal yang baru lagi. Budaya semacam ini, sudah sejak lama membudaya bak lingkarn setan dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan tagline program pemerintahan Joko Widodo selaku Kepala Pemerintahan Republik Indonesia yakni ‘Revolusi Mental – Ayo Kerja’ ditambah lagi dengan keberlanjutan dari tagline tersebut ‘Kerja Nyata’, Aparatur Sipil Negara (ASN) bersama dengan tenaga-tenaga pendidik yang memang nyata-nyata menyandang sumpah dan amanat yang mereka emban, apakah memang sudah betul-betul teraplikasi secara menyeluruh? Saya belum meyakini sepenuhnya.
Sebaiknya dimulai dari bapak Menteri Pendidikan hingga Kepala Dinas Pendidikan dari singgahsananya mau turun untuk melakuan sidak ke sekolah-sekolah di seluruh pelosok negeri dan sekolah-sekolah di bawah koordinasinya. Jika ditemukan hal-hal semisal kasus di atas, lakukan penindakan berupa sanksi. Dan bila memang perlu, sebaiknya pelaku-pelaku kejahatan yang memang tidak mencerdaskan anak bangsa seperi contoh kasus demikian, dilaporkan saja kepada pihak penegak hukum.
Oleh : Abhotneo Naibaho
Munculnya pemberitaan “siswa siluman” di beberapa Sekolah
Menengah Atas (SMA) Negeri di Kota Pematangsiantar oleh beberapa media
lokal hingga berdampak kepada beberapa pimpinan sekolah tersebut mulai
grasak-grusuk, merasa gusar dan gugup.
Entah siapa gerangan yang membocorkan hal penitipan beberapa ‘siswa siluman’ tersebut untuk pertama kalinya hingga terendus oleh media. Sebut saja oknum pembocor informasinya Mr.X yang patut diajungi jempol agar nantinya semakin terang-benderang siapa sesungguhnya dalang di balik pesan sakti ‘siswa siluman’ lewat proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada Tahun Pelajaran 2016/2017 ini beberapa waktu lalu.
Jumlah ‘siswa siluman’ yang tercatat dalam pemberitaan salah satu media cetak-online keluaran Sumatera Utara itu sebanyak 12 orang ‘siswa siluman’. Dan ketika awak media tersebut mencoba mengkonfirmasi ke salah satu SMA Negeri yang berada di Kecamatan Siantar Timur tersebut, salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) di sana dengan sigapnya menyodorkan amplop kepada si wartawan. Beruntungnya, si wartawan menolak tawaran tersebut.
Beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) termasuk pimpinannya yang katanya adalah ‘wakil rakyat’ itu ditambah lagi beberapa pejabat dari Dinas diduga menjadi oknum yang menitipkan ‘siswa siluman’ di sekolah itu. Mungkin tidak hanya 12 orang ‘siswa siluman’, bahkan lebih. Bagaimana dengan pimpinan sekolah itu sendiri, barangkali ‘siswa siluman’ titipannya sendiri juga ada.
Menanggapi hal tersebut, Pj Walikota Pematangsiantar Drs. Jumsadi Damanik, SH, M.Hum berjanji untuk secepatnya melakukan kunjungan ke beberapa sekolah-sekolah yang disoroti untuk melakukan klarifikasi apakah benar memang ada atau tidaknya beberapa ‘siswa siluman’ yang dititipkan di sana. Pertanyaannya, kapan sidak tersebut dimulai? Masyarakat Pematangsiantar menunggu komitmen Pj Walikota tersebut.
Pertanyaannya, mengapa hingga disebut ‘siswa siluman’? Apakah mereka adalah mahluk jadi-jadian hingga ada kata ‘siluman’? Tentu tidak. Mereka juga adalah manusia sesungguhnya. Sebut saja, mungkin penyebutan ‘siswa siluman’ dikarenakan NEM dari siswa tersebut tidak cukup secara pra syarat dasar untuk masuk ke sekolah tersebut. Namun, oleh karena NEM yang tidak cukup, dengan terpaksa berbagai cara harus diupayakan agar ‘siswa siluman’ itu bisa masuk ke sana. Atau mungkin barangkali ‘keinginan’ dari orangtua siswa agar anaknya bisa masuk ke sekolah itu, namun karena secara pra syarat dasar tidak memenuhi, dengan terpaksa harus sikut sana sikut sini, mengandalkan relasi, kolega dari orangtuanya.
Jika hal semacam ini dibiarkan terjadi, bagaimana nasib dunia penidikan ke depannya? Bagaimana mungkin kelak si anak mampu mempertanggungjawabkan ‘ketidak-bisaannya’ jika ada pihak-pihak yang mempertanyakannya kelak?
Standar dan mutu pendidikan di bangsa ini harus berjalan sesuai porsinya. Tidak boleh ada rekayasa dalam menentukan sekolah tersebut unggulan atau tidak. Tahun depan, Kementrian Pendidikan akan mulai memberlakukan secara menyeluruh di belahan nusantara Ujian Nasional (UN) berbasis komputer. Menjalani program nasional itu, dibutuhkan pimpinan dan guru sekolah yang kredibel dan penuh integritas dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai tenaga pendidik.
Demikian halnya dengan kurikulum pendidikan, seyogianya benar-benar direalisasikan lewat poroses belajar-mengajar. Sehingga hasil pendidikan yang didapatkan oleh siswa tida lagi sebatas pelafalan, melainkan pemahaman yang teraplikasi.
Terhadap tenaga pendidik, jika si anak tidak mampu, katakan tidak. Berikan bimbingan bagaimana anak itu mampu mengikuti pendidikan yang diajarkan, bukan harus dengan cara memberikan punishment. Sebaliknya, siswa yang berprestasi, katakan ya dan berikan apreasiasi kepadanya.
Permainan titip-menitip siswa yang tidak memenuhi pra syarat dasar untuk bisa masuk ke sekolah negeri sebenarnya bukanlah hal yang baru lagi. Budaya semacam ini, sudah sejak lama membudaya bak lingkarn setan dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan tagline program pemerintahan Joko Widodo selaku Kepala Pemerintahan Republik Indonesia yakni ‘Revolusi Mental – Ayo Kerja’ ditambah lagi dengan keberlanjutan dari tagline tersebut ‘Kerja Nyata’, Aparatur Sipil Negara (ASN) bersama dengan tenaga-tenaga pendidik yang memang nyata-nyata menyandang sumpah dan amanat yang mereka emban, apakah memang sudah betul-betul teraplikasi secara menyeluruh? Saya belum meyakini sepenuhnya.
Sebaiknya dimulai dari bapak Menteri Pendidikan hingga Kepala Dinas Pendidikan dari singgahsananya mau turun untuk melakuan sidak ke sekolah-sekolah di seluruh pelosok negeri dan sekolah-sekolah di bawah koordinasinya. Jika ditemukan hal-hal semisal kasus di atas, lakukan penindakan berupa sanksi. Dan bila memang perlu, sebaiknya pelaku-pelaku kejahatan yang memang tidak mencerdaskan anak bangsa seperi contoh kasus demikian, dilaporkan saja kepada pihak penegak hukum.









0 Komentar
Silakan berkomentar!