Ilustrasi.

Oleh: Abhotneo Naibaho

Bersepeda tempoe doloe dengan masa kini ada sedikit perbedaan. Kalau doloe orang-orang tidak begitu memiliki kepercayaan diri dengan sepeda ontelnya, namun kini orang-orang sangat bangga bila memiliki sepeda ontel tempoe doloe. Namun bagi seorang Rata Ferdinand Naibaho yang tak lain tak bukan adalah sosok ayahku sungguh-sungguh sangat bangga memiliki sepeda ontelnya ketika itu (sekitar tahun 1970an – 1995an). 

Sebagai seorang pekerja rendahan bapak hanya memiliki armada sepeda. Dimulai dari sepeda ontel dan mengalami peningkatan hingga kepemilikan sepeda gunung. Tetap dalam kategori armada Sepeda. Mobilitas bapak kian ke mari dengan menaiki sepeda. Mulai dari urusan kantor hingga urusan pribadi. Sebagai anak (aku) ketika itu sedikit minder bila melihat bapakku hanya menaiki sepeda, sementara orang tua teman-temanku sudah menggunakan armada yang bermesin yaitu motor (kereta).

Sosok bapak menyimpan banyak kenangan indah dan keteladanan dalam hidup ini. Antara aku dan bapak sangat-sangat mempunyai ikatan emosional yang kuat oleh karena kami berdua sangat sering berkomunikasi entah di mana pun baik di rumah mau pun sedang bepergian.

Sepeda menjadi armada minoritas pada jamannya, tetapi dengan sepedalah bapak melintasi dan mengelilingi kota Pematangsiantar bahkan di luar Kotamadya. Semangat bapak mengayuh sepeda tidak pernah surut sekalipun mungkin orang-orang mencibir dan menghina asal istri dan anak-anaknya bisa tercukupi kebutuhannya. Sejatinya seorang pengayuh sepeda ada banyak suka-duka yang dialami seperti kehilangan sepeda di jembatan STTC sungai Bah Bolon ketika bapak sedang buang air di sungai tersebut. Belum lagi keadaan jalan yang kurang bagus sehingga menyebabkan sering masuk “bengkel Ahie” di Jalan Pattimura (bengkel langganan keluarga).

Kemana-mana bersepeda demikianlah selaksa orang-orang berkomentar akan sosok bapak. Aku dan kakkak-kakak ke sekolah diantar-jemput naik sepeda (Bike to school), bapak bekerja naik sepeda (bike to work), bapak ke ladang naik sepeda (bike to field), bapak ke pesta naik sepeda (bike to party), kemana saja always naik sepeda.
Bentuk fisik sepeda ontel bapak kini hanya tinggal kenangan manis dalam memoriku, tetapi semangat untuk bersepeda tetap menjadi inspirasi untuk hidup sehat.

Terimah kasihku padamu bapak..... Semangatmu bersepeda telah menjadi model bagi kehidupanku. Walau aku tinggal di Ibu Kota aku tetap mengusahakan agar memilik sepeda. Dan kini aku tidak malu kalau bersepeda itu adalah karena engkau bapak. Aku ingin memiliki pengalaman yang sama untuk memiliki sepeda ontel, namun nilainya kini melambung tinggi karena sudah menjadi barang antik. Aku harus menabung dulu untuk bisa memilikinya entah sampai kapan hingga celenganku penuh. Dengan sepeda yang ada sekarang tidak mengurangi semangatku untuk bersepeda. 

Sekali lagi aku haturkan banyak terima kasih bapak atas nilai juangmu yang telah engkau wariskan. Semoga di alam yang berbeda engkau tersenyum melihat keadaanku kini.