![]() |
| Ilustrasi. |
Oleh: Abhotneo Naibaho
Ditetapkannya
Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka, tentu menyebabkan banyak pihak yang syok
dan tidak terima dengan hasil gelar perkara kasus yang dituduhkan padanya soal penistaan
agama, utamanya yang bersimpati kepada Ahok selama ini.
Penetapan Ahok
sebagai tersangka kasus penistaan agama lewat gelar perkara yang dilakukan Selasa,
15 November 2016, dihadiri oleh kedua pihak, yakni pihak pelapor maupun terlapor.
Sejumlah pihak internal dan eksternal Polri juga turut hadir. Kabareskrim Mabes
Polri Komjen Pol Ari Dono memberikan informasi ke public bahwa setelah gelar perkara
dilaksanakan, hasilnya adalah bahwa Ahok ditetapkan sebagai tersangka. Seterusnya
akan masuk dalam penyidikan lebih lanjut dalam proses persidangan.
Menanggapi hal
tersebut, tidak menyurutkan langkah dan semangat Ahok untuk tetap mengikuti
proses Pilgub DKI Jakarta. Pernyataannya kepada publik, Ahok bahkan siap untuk menjalani
hukuman manakala hasil persidangan nanti membuktikan bahwa ia telah melanggar hukum.
Sebuah pengakuan yang jujur dan lantang dari sosok Ahok yang cukup fenomenal.
Kepolisian sebagai
aparat penegak hukum sedang diuji kredibilitasnya oleh publik. Ya, hokum memang
harus tetap tegak di koridornya bahkan harus menjadi panglima bagi siapa pun
juga. Hukum tidak boleh dipolitisasi, apalagi diperjual-belikan. Kalaulah seorang
Ahok dengan jujur, berani dan siap menjalani proses hokum manakala ia terbukti melanggar
hukum, bagaimana selanjutnya pihak-pihak dan oknum yang tidak jauh berbeda telah
dididuga melakukan pelanggaran hokum selama ini, Kepolisian tidak boleh tutup mata.
Hukum harus tegak berdiri. Untuk itu, Polri juga harus melakukan hal yang sama untuk
melakukan gelar perkara, apakah mereka-mereka yang dianggap menjadi dalang dibesar-besarkannya
kasus penistaan agama, terbukti atau tidak melanggar hukum.
Oleh karena
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Negara hukum (bukan negara
agama), siapapun di mata hokum harus mendapatkan perlakuan yang sama. Tidak boleh
ada tebang-pilih! Termasuk, rencana lanjutan yang telah diisukan bahwa 25
November 2016 mendatang akan ada demo lanjutan, Kepolisian tidak boleh lemah,
harus tegas dan mengambil sikap. Jika toh hal itu sampai terjadi, berarti kasus
Ahok soal penistaan agama bukan lagi alas an utama bagi pendemo untuk menyampaikan
aspirasi, tetapi justru sebaliknya, merupakan gerakan-gerakan inkonstitusional
yang menginginkan Negara ini menjadi chaos. Untuk itu, sekali lagi hokum harus berjalan
di koridornya dan harus tetap menjadi ‘Panglima’.









0 Komentar
Silakan berkomentar!