DOA


Ilustrasi langit penuh kabut.


Oleh: Abhotneo Naibaho


Minggu, 2 Maret 2014 sekitar pukul tiga sore, aku sebagai ayah bersama putri sulungku sedang melayangkan-pandang ke langit sambil mengamati sebuah layang-layang yang menghiasi langit putih tanpa awan biru. Sebuah layang-layang berwarna hijau-kuning memiliki ekor sedang bergerak ke sana ke mari di langit sekitar rumah kami. 
Antara aku dan putriku terlibat komunikasi membahas soal layang-layang tersebut dan tak lupa aku mencoba menambahkan topik bahasan mengenai langit yang tak kelihatan birunya sama sekali kepada putriku yang berumur kurang dari tiga tahun.
Aku mengatakan pada putriku bahwa kabut ini akibat dari ulah para “Cukong” yang rakus akan kepentingan diri sendiri serta kelompoknya, namun tak memikirkan dampak dari kerakusannya membakar hutan demi kemakmurannya.
Sebagai anggota masyarakat yang tak memiliki kuasa apa-apa, aku mencoba mengajak putriku untuk menaikkan doa permohonan dengan kondisi mata terbuka lewat doa berikut ini,  

“Tuhan...yang berkuasa atas segala langit dan bumi, Engkau tentu tahu apa yang terjadi pada langit saat ini. Untuk itu biarlah kiranya Tuhan mencurahkan hujan yang keras agar ulah dari pada Cukong (pihak yang tak bertanggungjawab) membakar hutan bisa terhenti dan dengan demikian langit tampak bersih dari asap. Doa yang singkat ini kami mohon kepada Tuhan. Dengarkanlah doa kami. Amin.”

Demikian doa kami (aku dan putri sulung kami) ketika itu. Pukul 17 lebih 25 menit saat aku sudah keluar dari rumah, hujan yang keras akhirnya tumpah-ruah dari langit. Tanpa bermaksud narsis atau sok kepede-an, aku mulai berkata dalam hati disertai pengharapan bersyukur dan berterima kasih, bahwasanya doa ku dan putri ku didengar oleh Sang Pemilik hidup. 
Melihat kondisi hutan yang dibakar terakhir ini, lewat pemberitaan media cetak mau pun elektronik, pengamatan masyarakat sepertinya Pemerintah tak kuasa untuk mengatasinya. Bahkan, berbagai dugaan masyarakat beragam hingga adanya permainan antara pengusaha (Cukong) dan Pemerintah ini. 
Baiklah...., bagaimana pun bentuk permainan manusia demi sesuatu yang merusak alam bahkan merugikan masyarakat luas, aku pikir aksi dan harapan kita yang seharusnya tidak berhenti adalah terus menyuarakan stop penebangan hutan dan seraya mengadu pada Sang Pemilik alam semesta. 

Manusia bisa berupaya merusak alam, tapi percayalah, Tuhan tidak pernah tinggal diam dan tertidur.
Semoga dengan turunnya hujan yan deras ini membawa perenungan yang dalam bagi para oknum yang tak bertanggung jawab merusak alam hingga mengalami kesadaran diri dan berbalik dari jalan-jalannya yang jahat. Sekian.