abhotneo.com, Simalungun - Adalah tidak kebetulan jika seseorang terlahir ke tengah dunia langsung memiliki identitas etnis atau suku.

Tentu seseorang yang baru lahir tadi, tidak dapat memilih, kelak ia lahir akan menjadi etnis atau suku apa oleh karena ia dilahirkan dari rahim ibu, di mana orangtuanya punya etnis atau suku sebelumnya.

Sebagai contoh, seorang anak yang lahir dari suku batak, maka secara otomatis si anak tersebut menjadi anak yang bersuku batak, sama dengan orangtuanya.

Dalam konteks batak, tidak kebetulan juga kita mewarisi adat dan budaya yang sarat dengan tatanan, etika maupun dalil, yang secara luas disebut 'Dalihan Na Tolu'.

Dalihan Na Tolu menjadi tolak ukur masyarakat batak menghidupi budaya yang diwaris dari leluhurnya hingga kini.

Prinsip 'Dalihan Na Tolu' ini juga bersifat dinamis, karena seseorang tak akan selamanya berada pada posisi hulahula. Saat berinteraksi di tengah adat, seorang batak akan tahu ia berada pada posisi mar-dongantubu, hulahula maupun boru. Tergantung konteks di mana ia berada.

Selain tatanan adat yang kuat, tentu ada banyak warisan budaya batak yang kaya, unik dan bermakna kuat. Itu sebabnya, para wisatawan domestik hingga mancanegara terus terpikat akan budaya batak yang terus 'mendunia'.

Proud to Be Batak (Bangga menjadi Batak) seperti tulisan yang tertoreh pada sebuah kapal wisata dalam gambar foto ini menjadi pengingat bagi kita orang batak untuk tetap bangga dan bersyukur manakala lahir ke tengah dunia sebagai orang Batak.

Tak perlu malu dan ragu menjadi orang Batak. Meski cenderung ceplas-ceplos, suara bernada kuat dan tegas, namun soal prinsip hidup, tiada bandingannya se-antero dunia.