Maket Tugu Raja Sangnaualuh/Sumber foto: TribunMedan |
Ketika memberi sebuah nama, entah itu nama seseorang yang baru lahir, nama tempat (jalan atau lokasi) tentu didasari dengan sebuah alasan atau faktor sejarah. Sebaliknya, jika pemberian sebuah nama tak punya alasan yang kuat, tentu bisa menimbulkan seribu tanya hingga polemik yang berkepanjangan.
Oleh: Abhotneo Naibaho
Salah satu
contoh kasus yang tengah terjadi saat ini adalah soal perencanaan pembangunan
Tugu/Prasasti sosok Raja Siantar yakni Raja Sangnaualuh Damanik. Meski menjadi
penantian panjang selama ini, khususnya bagi para keturunan dan ahli waris sang
Raja, akhirnya mimpi itu tak lama lagi akan segera terwujud.
Dalam
memutuskan lokasi perencanaan pembangunan tugu tersebut, ada dinamika yang
menimbulkan pro kontra di tengah warga masyarakat kota Pematangsiantar. Kalau
tidak salah perencanaan awal diputuskan sebagai lokasinya adalah di taman yang
terdapat pada pertigaan Jalan Sangnaualuh - Jalan Sutomo - Jalan Pantoan.
Kemudian setelah itu, keputusan perencanaan berpindah dengan memilih lokasi di
Lapangan Merdeka (Taman Bunga) dengan titiknya tepat di bagian sudut yang
berhadapan dengan Bank BRI dan Lapangan Haji Adam Malik.
Tahun-tahun
pun berganti, dan akhirnya perencanaan pembangunan terealisasi dengan
memutuskan titik lokasi di Lapangan Haji Adam Malik pada bagian tengah dekat
dengan Gapura Lapangan tersebut. Siapapun yang tengah melintas seputaran
Lapangan Haji Adam Malik, maka anda akan melihat proyek pembangunan tersebut
yang saat ini tengah melakukan pemancangan pondasi beton.
Dengan
progres pengerjaan proyek yang sejauh ini tak terbilang mulus. Justru
menimbulkan polemik di tengah masyarakat bahwa penentuan lokasi tersebut
dipandang tidak pas dan tak elok. Terlepas dari hasil riset para ahli, saya
sebagai orang awam yang tidak punya kepentingan soal pembangunan tersebut
merasa memang lokasi tersebut kurang tepat. Alasannya, tentu didasari oleh
beberapa hal, di antaranya:
Kesesuaian Nama
Hemat saya
soal nama akan sesuatu, baik itu jalan, lokasi ataupun nama seseorang harus
didasari oleh sesuatu alasan yang kuat. Apalagi, hal yang menyangkut sesuatu
tentang sejarah, maka alasannyapun seyogianya harus didasari dengan faktor
sejarah yang kuat agar makna akan sejarah tersebut gaungnya kian terasa dan
bisa mengedukasi hingga generasi ke generasi berikutnya.
Kembali ke
rencana semula oleh para pengambil keputusan di kota ini yang memutukan rencana
semula dengan titik lokasi di taman pertigaan Jalan Sangnaualuh - Jalan Sutomo
- Jalan Pantoan. Saya pikir lokasi ini lebih pas bila dibandingkan dengan dua
titik lokasi lainnya (Lapangan Merdeka dan Lapangan Haji Adam Malik) karena ada
kesesuaian dengan nama jalan di lokasi tersebut yakni Jalan Sangnaualuh.
Good View (Pemandangan yang Baik)
Selain
merupakan ‘gerbang kota’ lokasi ini jika dipilih akan berdampak positif, sebut
saja seperti view (pemandangan) prasasti tersebut bisa dilihat dari berbagai
sisi. Dari arah Jalan Ahmad Yani menuju Jalan Sutomo. Dari arah Jalan
Sangnaualuh menuju Jalan Sutomo. Dari arah Jalan Pantoan menuju Jalan Sutomo
maupun Jalan Sangnaualuh. Dari tiga arah jalan tersebut akan menjadi
pemandangan yang menarik perhatian banyak orang. Bahkan, jika kita mengamati
banyaknya pengunjung dari daerah kota/kabupaten yang menggunakan
(menumpangi) beberapa bus yang berjejer ke Ramayana
untuk berbelanja, merekapun akan dapat melihat Tugu/Prasasti tersebut dari
pusat perbelanjaan tersebut.
Dekat Taman Makam Pahlawan
Jika titik
lokasi ini ditetapkan, yang tidak kebetulan sangat dekat dengan Taman Makam
Pahlawan (TMP) Nagur, maka paling tidak faktor sejarah akan perjuangan para
pahlawan di kota ini akan semakin menggema. Raja Sangnaualuh Damanik sebagai
Raja-nya Kota Pematangsiantar akan semakin menggema ke banyak daerah-daerah
lain ketika mengunjungi kota ini yang berada di sisi gerbang utama Taman Makam
Pahlawan yang ada di kota ini.
Mengapa tidak Haji Adam Malik?
Dari
beberapa alasan sederhana yang saya sampaikan ini tentu tidak ada niat ataupun
kepentingan lain di sana. Sedari awal saya sampaikan, bahwa keberadaan saya
hanyalah sebatas awam yang sedikit mengalami kegelisahan manakala lokasi
pembangunan ditempatan di Lapangan Haji Adam Malik yang menurut hemat saya
kurang pas karena tidak ada kesesuaian nama di lokasi tersebut. Prasasti Raja
Sangnaualuh di Lapangan Haji Adam Malik. Jika
lokasi ini dipilih maka akan terkesan tumpang-tindih (overlapping).
Penamaan
Lapangan Haji Adam Malik saya yakin bukanlah faktor kebetulan. Namun, didasari
alasan yang kuat, yakni faktor sejarah akan sosok Haji Adam Malik sebagai
putera daerah Pematangsiantar yang pernah menjabat beberapa jabatan penting di
Republik Indonesia, mulai dari beberapa jabatan menteri, ketua DPR hingga
menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia ke 3 masa jabatan Tahun 1978 hingga
Tahun 1983 masa kepemimpinan Presiden Soeharto.
Pertanyaan
saya, mengapa sosok Adam Malik sepertinya kurang digaungkan oleh Pemko
Pematangsiantar bagaimana sosoknya bisa lebih terasa jika masyarakatnya tengah
berada di Lapangan Haji Adam Malik? Tentu maksud saya adalah berbagai literasi
ataupun ornamen akan sosok Adam Malik semestinya lebih ditonjolkan di Lapangan
Haji Adam Malik agar ada kesesuaian antara pemilihan nama lokasi dengan makna
sejarah yang terkandung di sana sehingga dengan demikian ziarah akan sosok
kepahlawanan/ketokohan Adam Malik bisa lebih terasa dan teredukasi bagi
masyarakat Kota Pematangsiantar.
Begitu juga
akan sosok Raja Sangnaualuh sebagai putera daerah yang pernah berjuang bagi
Kota Pematangsiantar dan sekitarnya, Pemko Pematangsiantar lebih arif untuk
mendukung program pembangunan prasasti di lokasi yang tepat dan dirasa pas,
baik dari sisi nama dan utamanya kesesuaian akan faktor sejarah dipadankan
dengan nama lokasi agar dengan demikian sejarah akan kota kita tercinta yakni
Kota Pematangsiantar tidak lagi kabur, tetapi semakin terang benderang dan
punya identitas yang kuat. Bukankah semakin jelasnya identitas sebuah kota atau
daerah akan berdampak positif bagi peradaban sebuah kota atau daerah tersebut?
Kesimpulan
Agar
nantinya Kota Pematangsiantar punya karakter yang kuat dari sisi identitas,
maka tak ada salahnya mendorong masyarakat untuk semakin memaknai nilai sejarah
akan kota tersebut. Pemko Pematangsiantar adalah satu-satunya Regulator yang
harus memiliki kebijaksanaan yang harus menentukan arah dan kebijakan kotanya.
Tentunya dengan melibatkan stakeholder terkait agar ke depannya kota ini
semakin bernilai dan berdampak bagi banyak daerah lain.
Raja
Sangnaualuh beserta para keturunannya adalah sosok yang harus kita hargai
karena ada jasa besar yang pernah dipertaruhkan bagi kemajuan kota ini,
utamanya mempertahankan dan merebut kemerdekaan dari tangan para penjajah. Jika
kita mau jujur, perkampungan Raja Sangnaualuh yang jelas-jelas masih tersisa sebagai
saksi bisu yakni bangunan fisiknya, kenapa hingga kini tak ada niat untuk
merevitalisasinya sebagai sebuah kampung yang bernilai sejarah? Mengapa untuk
sesuatu rencanan bangunan fisik yang baru hendak dimulai harus menimbulkan
polemik karena kurangnya kearifan dalam menimbang sebelum memutuskan sebuah
rencana?
Lapangan Haji
Adam Malik Batubara sebagai alun alun kota sejatinya adalah milik siapa saja
warga kotanya maupun regulatornya yang harus difungsikan untuk sesuatu yang
positif. Agar supaya tidak ada kelompok suku dan agama yang merasakan
diskriminasi, maka Pemko Pematangsiantar harus semakin arif dan bijaksana untuk
menatanya dengan sebaik-baiknya.
0 Komentar
Silakan berkomentar!